Sabtu, 08 November 2008

Kebangkitan Nasional diantara Revolusi Budaya

Semangat yang terkandung dalam peringatan seabad Kebangkitan Nasional hendaknya menjadi momentum yang baik untuk merevolusi kebudayaan, terutama berkaitan dengan perilaku masyarakat dan penyelenggara negara. Demikian pandangan Koordinator Masyarakat Komunikasi Indonesia, Henry Subiakto. "Revolusi kebudayaan akan melepaskan bangsa ini dari belenggu sikap saling menyalahkan, tidak percaya diri, tidak berdisiplin, tidak suka bekerja keras dalam mencapai cita-cita," kata dosen pada Program Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya, di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (27/5).

Menurut Henry, sudah beberapa kali Indonesia mengalami revolusi baik fisik maupun revolusi di bidang kehidupan lainnya. Akan tetapi, pencapaian-pencapaian itu belum mendapatkan penghargaan yang layak karena dianggap sebagai hasil karya pihak lain. Dia kemudian merujuk pada fakta sejarah perjalanan bangsa dan suku-suku bangsa di Indonesia yang kemudian menjadi bangsa Indonesia. Sejak Kerajaan Mataram mengalahkan Majapahit, katanya, tak ada sisa-sisa Majapahit. Demikian juga setelah Mataram dikalahkan Demak/Pajang. Kemudian, ketika Orde Baru berkuasa, semua peninggalan Orde Lama, tak peduli yang baik-baik, dihapuskan. Pada zaman sekarang, ketika Orde Reformasi muncul, semua peninggalan Orba dianggap buruk dan harus ditinggalkan.

Hingga dewasa ini, ujarnya, dari aspek kehidupan politik, orang-orang partai yang kalah dalam suatu pemilihan yang demokratis mendirikan partai baru. Kemudian demonstrasi sebagai cara mengekspresikan pendapat yang sah masih kerap ditandai dengan perusakan. "Gejala-gejala ini menunjukkan belum terbangunnya penghargaan akan suatu pencapaian, sehingga perlu ada revolusi kebudayaan," katanya. Dia kemudian memberikan contoh yang dapat dilakukan oleh berbagai kalangan agar revolusi kebudayaan bisa digerakkan. Salah satunya ialah melancarkan sebuah gerakan yang dapat mendorong penyelenggara negara dan berbagai lembaga seperti lembaga pendidikan dan sosial menyadari pentingnya perilaku disiplin dan menghargai pihak lain untuk dijadikan perilaku setiap orang dalam membangun tata masyarakat baru.

Berbagai kalangan perlu menyusun konsep dan peraturan tentang disiplin maupun mengharga pihak lain dalam berbagai bidang kehidupan hingga pelaksanaan dan penegakannya. Konsep dan peraturan itu kemudian dikampanyekan dan terus didesakkan agar para penyelenggara negara membuat peraturan, kebijakan, penyelenggaraan sarana dan prasarana serta sumber daya yang diperlukan untuk penegakannya. "Kalau di suatu tempat orang diatur harus antre, maka tidak boleh seorang pun yang nyelonong tanpa terkena sanksi," katanya.

Tidak ada komentar: